Sejarawan Ceko, Milan Hubl, pernah mengatakan, langkah pertama menaklukkan sebuah bangsa adalah dengan memusnahkan ingatannya. Hancurkan buku-buku, kebudayaan, dan sejarahnya. Lalu, perintahkan seseorang untuk menulis buku-buku baru, membangun kebudayaan baru, dan menyusun sejarah baru. Tak akan lama, bangsa itu mulai lupa pada masa kini dan masa lampaunya. Memang, buku tidak hanya menjadi kekuatan yang mampu mengubah sebuah bangsa lebih baik, namun buku juga bisa membuat suatu bangsa lupa ingatannya-seperti yang dikatakan Hubl, lupa akan sejarah bangsanya, tidak ingat akan budayanya serta kehilangan karakter dan identitas bangsanya. Tahun 1868. ”Restorasi Meiji” adalah titik balik dalam sejarah agung bangsa Jepang setelah menghadapi problema dalam berbagai bidang kehidupan. Sejak saat itulah, kesadaran mulai dirasakan, adanya kekuatan-kekuatan besar di luar mereka yang kemudian menggerakkan bergulirnya modernisasi. Restorasi Meiji merupakan usaha besar Kaisar Meiji untuk menciptakan Jepang yang baru, yaitu transformasi dari negara terisolasi dan miskin menjadi negara modern dan eksis dalam kancah internasional. Salah satu kepribadian bangsa Jepang yang berhasil mengawal dalam proses transformasi adalah karakter-karakter yang bersumber dari semangat bushido.
Semangat yang telah menjadi pondasi dasar dan berakar pada bangsanya. Bushido identik dengan karakter manusia. Nilai-nilai karakter itu telah terimplementasi dalam zona kehidupan bangsa Jepang sekarang. Motoyasu Tanaka, kementrian luar negeri Jepang pernah mengatakan bahwa mental manusia Jepang telah lama diwarisi dan terbentuk oleh mental bushido atau jalan hidup samurai. Pada buku Taro Sakamato terjemahan Sylvia Tiwon (1982 : xi), kekuatan Jepang utama adalah kesatuan bangsa, kesatuaan kebudayaan dan nilai-nilainya. acuan inilah yang menegaskan pula bahwa Jepang unggul disebabkan kesatuan dan nilai-nilai transformasi yang dimilikinya. Sebuah karakter bangsa yang harus dimiliki oleh individu sebagai bangsa dari sebuah konstitusi yang disebut sebagai negara. Salah-satu substansi bushido yaitu malu. Mereka malu terhadap lingkungan apabila melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. Harakiri menjadi ritual sejak era samurai. Mereka punya semboyan yang sangat keras, menang atau kalah, dan kekalahan harus berakhir dengan kematian. Ketika Jepang memutuskan untuk menyerah kepada Amerika, banyak tentara yang memilih mati. Hal tersebut merefleksikan kekecewaan. Contohnya Menteri Pertanian Jepang Tahun 2007 yang mengundurkan diri dari jabatannya karena terjerat kasus korupsi, bahkan akhirnya memilih bunuh diri. The Deputy Mayor of Kobe melakukan hal yang sama, karena merasa tidak mampu menjalankan tugas pemulihan Kota Kobe pasca gempa bumi hebat tahun 1995. Melompat dari gedung tinggi, menabrakkan diri dengan kereta yang sedang melaju, dan menutup semua pintu mobil adalah sebagian cara mereka melakukan harakiri. Tak terkecuali remaja pun turut ambil bagian. Karakter bangsa memang memiliki peranan penting dalam menentukan kekuatan dan kemampuan bangsa untuk mencapai tujuan pembangunan. Karakter bangsa menjadi unsur penting bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Amerika sana, presiden ke-32 yaitu Franklin Delano Roosevelt pernah menyatakan bahwa karakter bangsa sama pentingnya dengan sumber daya fisik yang dimiliki bangsa itu untuk mencapai kemajuan bangsanya. Di mata anak-anak Indonesia, Jepang dilirik karena kekuatan dunia kartun dan komik yang mewabah. Di mata dunia, ia dipandang karena keperkasaan untuk bangkit mensejajarkan diri sebagi negara maju di belahan dunia. Bahkan ia dikenal sebagai pesaing Amerika. Ezra F. Vogel telah menulis buku Japan as number I lessons for American. Dalam pengantar dituliskan dengan terjemahan sebagai berikut “makin banyak saya mengamati sukses Jepang di berbagai lapangan, semakin saya yakin, bahwa dengan sumber-sumber alam yang terbatas, Jepang telah lebih berhasil mengatasi sejumlah masalah pokok dari masyarakat, Di mata anak-anak Indonesia, Jepang dilirik karena kekuatan dunia kartun dan komik yang mewabah. Di mata dunia, ia dipandang karena keperkasaan untuk bangkit mensejajarkan diri sebagi negara maju di belahan dunia. Bahkan ia dikenal sebagai pesaing Amerika. Ezra F. Vogel telah menulis buku Japan as number I lessons for American. Dalam pengantar dituliskan dengan terjemahan sebagai berikut “makin banyak saya mengamati sukses Jepang di berbagai lapangan, semakin saya yakin, bahwa dengan sumber-sumber alam yang terbatas, Jepang telah lebih berhasil mengatasi sejumlah masalah pokok dari masyarakat, Secara pribadi penulis ingin melihat kembali karakter bangsa Indonesia. Moral-moral yang unggul dari Bangsa yang bisa bersanding dengan. negara-negara maju dengan tidak kehilangan identitas diri. Jepang negeri kecil, tapi mampu mentransformasikan substansi nilai-nilai karakternya.
B. Nilai-nilai
Kita lihat kondisi nilai-nilai karakter bangsa saat ini, terutama yang mencerminkan kejujuran, kerja keras, disiplin, pantang menyerah, keihlasan, keadilan, kesabaran, tawakal, cintah tanah air, kewaspadaan, kerjasama, toleransi, moderasi, cinta damai. Semakin kirang di integrasikan dalam pembelajaran-pembelajaran di kelas. sekolah sebagai bagain dari tempat di bentuknya generasi muda kita harus mencerminkan nilai-nilai budaya, karakter dan identitas bangsa. kita bisa menengok gejala riil pada perkembangan generasi muda kita. Dengan tanpa menafikan mereka yang mampu meraih prestasi gemilang, ternyata tidak sedikit generasi muda yang masih jauh dari harapan sebagai generasi penerus bangsa. mereka cenderung terpesona dengan budaya pop yang sering menjerumuskan mereka pada tindakan-tindakan seperti vandalisme, tawuran, narkoba, seks bebas, dan tindakan-tindakan lain yang merusak fisik maupun jiwa mereka. Melihat fenomena tersebut, berarti ada yang "tidak beres" dalam usaha pewarisan nilai-nilai karakter dan identitas bangsa melalui proses pembelajaran kita, Menurut penulis, diperlukan usaha-usaha konkret untuk menumbuhkan dan meningkatkan pembobotan nilai-nilai karakterbangsa dalam proses pembelajaran generasi muda kita. Diantaranya: proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah selama ini kurang mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa.
C. Pendidikan Membangun Karakter Bangsa
Dunia pendidikan diharapkan sebagai enggin power penggerak untuk memfasilitasi pembentukan dan perkembangan karakter bangsa, dimualai dari pendidikan formal, informal, dan nonformal. Saat ini dan ke depan kita harus mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter bangsa menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa.
"Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa", adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, anggaran yang cukup dan Plening yang tepat untuk karakter bangsa. Ini terutama beberapa daerah di nusantara ini yang menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan.
Sumber: http://soemarnosapsuha.blogspot.com
0 komentar :
Posting Komentar